Sefianus Zai,SH ( baju putih) sedang menyerahkan somasi kepada PT.MUP Gondai Pelalawan
TERKAIT:
Pekanbaru | Tiraskita.com - Akhir-akhir ini semakin terbongkar perlakuan kurang manusiawi yang diperlakukan oleh manajemen perusahaan perkebunan kepada pekerjanya.
Beberapa kasus yang muncul dipermukaan dintaranya :
1.Pemecatan pekerja di Koperasi Air Kehidupan KAK Kandis Siak Riau pada tahun 2015, yang mana dalam kasus ini pekerja yang diusir tidak dibayarkan pesangon sampai sekarang, bahkan kekurangan upah yang sudah ditetapkan oleh pengawas Disnaker Prov.Riau tidak dibayarkan secara menyeluruh dan dipersulit. 2.Pemecatan pekerja di kebun Pola KKPA PT. Adei Plantation dan Industri, pekerja mendapat perlakuan tidak baik dari Koperasi Tani Sejahtera (KTS).Sedikitnya 25 Kepala Keluarga pekerja yang sudah bekerja bertahun-tahun di Kebun Pola KKPA Desa Batang Nilo Kecil PT. Adei Plantation dan Industri ini, dipaksa oleh Koperasi Tani Sejahtra (KTS) meninggalkan Rumah/Barak dengan alasan kontrak kerja di kebun pola KKPA-nya sudah habis. Juga tanpa diberi pesangon. 3.Pemecatan pekerja di kebun PT Mandailing Agro Lestari ( MAL ) desa Sikapas Muara Batang Gadis Maina Sumut, puluhan pekerja di pecat tanpa pesangon yang kasusnya sekarang sedang di proses hukum. 4.Kasus Yatina Halawa yang bekerja di PT.MMitra Unggul Perkasa ( MUP ) di desa Gondai Langgam Pelalawan Riau, sudah bekerja 25 tahun namun ketika Yatina sudah sakit2an diterlantarkan dan tidak diberi pesangon oleh perusahaan. 5.Kasus karyawan dari PT Padasa Enam Utama Kabupaten Kampar yang hak-hak normatifnya tidak dipenuhi manajemen hingga ratusan pekerja melakukan aksi demonstrasi di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Riau, Jalan Pepaya, Pekanbaru, Selasa (22/9). Pekerja menuntut agar didaftarkan ke BPJS dan juga diberikan fasilitas yang layak untuk bekerja dan tempat tinggal.
Dan masih banyak sekali kasus dan kejadian yang sama yang menimpa pekerja di perkebunan yang adaa di negeri kita tercinta ini. Terkesan manajemen perusahaan tidak memperdulikan hak-hak normatif pekerja yang sudah diamanatkan dan dilindungi oleh undang-undang maupun peraturan yang berlaku.
Menyikapi hal ini Sefianus Zai,SH selaku ketua Lembaga Bantuan Hukum Bela Rakyat Nusantara ( LBH BERNAS ) meminta agar perusahaan tidak melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak mengindahkan aturan hukum tentang ketenagakerjaan.
Adapun hal-hal yang sangat sering dilanggar oleh perusahaan adalah :
1. Perusahaan tidak membuat perjanjian kerja kepada pekerja sehingga hal ini sangat merugikan pekerja , karena status pekerja jadi tidak jelas, apakah pekerja borongan, pekerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja tetap (PKWTT/karyawan tetap) hal ini mengacu pada Pasai-pasal dalam UU No.13 tahun 2003 sebagai berikut :
Pasal 50 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.
Pasal 54 (1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat : a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; c. jabatan atau jenis pekerjaan; d. tempat pekerjaan; e. besarnya upah dan cara pembayarannya; f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. (2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh ber-tentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang undangan yang berlaku. (3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja.
Pasal 55 Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.
Pasal 56 (1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. (2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas : a. jangka waktu; atau b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Pasal 57 (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. (2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. (3) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
Pasal 58 (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. (2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.
Pasal 59 (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu : a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. (2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. (3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui. (4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. (5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan. (6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun. (7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. (8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 60 (1) Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan. (2) Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
Pasal 61 (1) Perjanjian kerja berakhir apabila : a. pekerja meninggal dunia; b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja; c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. (2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah. (3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hakhak pekerja/buruh. (4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri per-janjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh. (5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak mendapatkan hak haknya se-suai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 62 Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Pasal 63 (1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan. (2) Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang kurangnya memuat keterangan : a. nama dan alamat pekerja/buruh; b. tanggal mulai bekerja; c. jenis pekerjaan; dan d. besarnya upah.
Pasal 64 Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
Pasal 65 (1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pem borongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. (2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan d. tidak menghambat proses produksi secara langsung. (3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum. (4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimak-sud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syaratsyarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. (5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. (6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya. (7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59. (8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan. (9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).
Nah dalam pasal2 diatas semua sudah sangat jelas bahwa surat perjanjian kerja adalah hal yang sangat penting ketika hubungan kerja terjadi. Namun hal ini banyak diabaikan oleh manajemen perusahaan sehingga hak-hak pekerja menjadi terabaikan. Dengan tidak adanya perjanjian kerja maka masa kerja dari pekerja menjadi sumir dan sering sekali manajemen perusahaan mengatakan bahwa pekerja adalah Buruh Harian Lepas ( BHL ) walau pekerja sudah bekerja bertahun-tahun . Hal ini dilakukan oleh perusahaan agar terhindar dari tanggung jawab membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan hak-hak lainnya.
Sementara jika dilihat dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan NOMOR KEP.100/MEN/VI/2004 TAHUN 2004 Tentang KETENTUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU, sangat jelas bahwa :
PERJANJIAN KERJA HARIAN LEPAS
Pasal 10
(1) Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian lepas. (2) Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan. (3) Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.
Pada Pasal 10 Ayat ( 3 ) Jelas diatur bahwa Pekerja/ buruh harian lepas tidak lebih dari 3 bulan berturut-turut. Dan jika lebih maka perjanjian kerja akan berubah menjadi PKWTT ( Pekerja tetap/karyawan).
Namun Peraturan menteri ini sering sekali di langgar oleh pengusaha deengan selalu berkata bahwa pekerjanya adalah BHL, walau pekerja sudah bekerja bertahun-tahun. Perusahaan dengan mudah mengusir para pekerjanya ketika pekerja sudah tidak produktif lagi dimasa-masa tuanya, tanpa memberi hak-hak normatif sesuai Undang-undang.
Permasalahan juga adalah lemahnya pengawasana dari dinas ketenagakerjaan, dan hal ini terjadi karena pengawas ketenaga kerjaan yang sekarang berpusat di disnaker tingkat provinsi sangat tidak sebanding dengan jumlah pengusaha dan perusahaan, sehingga perbuatan pengusaha/ perusahaan tidak terawasi.
Hal ini perlu disikapi oleh manajemen perusahaan maupun pengusaha perseorangan agar hubungan industrial dengan pekerja dapat terlaksana dengan baik dengan menganut asas saling membutuhkan dan saling menguntungkan.