Kamis, 28 Maret 2024  
 
Djoko Tjandra Ditangkap, Dahlan Iskan Ungkap Siapa Bandit Bank Bali Sejati

Riswan L | Nasional
Selasa, 04 Agustus 2020 - 09:08:12 WIB


TERKAIT:
   
 
Tiraskita.com - Wartawan senior sekaligus mantan Menteri BUMN di era Presiden SBY, Dahlan Iskan punya kisah menarik dari perbincangan dengan Rudy Ramli, pemilik Bank Bali. Dalam tulisannya di laman Disway.id, Dahlam menorehkan kisah bertajuk 'Sulam Alis' dikutip Minggu (2/8/2020). Berikut coretan Dahlan.

Sulam Alis

Senangkah Rudy Ramli melihat Djoko Tjandra ditangkap? Kelihatannya ia biasa-biasa saja. Tapi peristiwa penangkapan itu kembali mengingatkannya pada masa lalu. Saat Rudy Ramli kehilangan banknya: Bank Bali.

Sebenarnya, waktu itu, saat terjadi krisis 1998, Bank Bali cukup sehat. Tidak termasuk 17 bank yang dilikuidasi. Tapi krisis ekonomi terus memburuk. Kurs rupiah terus merosot. Sebagai Dirut dan pemilik Bank Bali, Rudy Ramli berpikir: perlu memperkuat modal.

Saya kembali menghubungi Rudy Ramli. Kemarin siang. Sejak Covid-19, saya belum pernah bertemu ia lagi. Padahal sebelum itu saya sering berbincang santai. Kesehatannya semakin baik. Tidak lagi kelihatan lesu seperti di seputar peristiwa kehilangan bank itu.


Orang lain hanya kehilangan kartu kredit atau dompet. Rudy Ramli kehilangan bank! Sekaligus kehilangan istri---yang belakangan juga terlihat lebih sering dengan Djoko Tjandra.
 
Rudy awalnya tidak kenal Djoko Tjandra. Ia hanya tahu Djoko Tjandra itu pemilik grup Mulia -termasuk hotel Mulia di Senayan, gedung-gedung Mulia, dan pabrik keramik Mulia.

Ia tidak tahu kalau istrinya ternyata kenal Djoko Tjandra. Tahunya baru bulan Oktober 1998: sang istri memberi tahu Rudy Ramli bahwa ada orang mau bertemu suaminya itu. Namanya: Djoko Tjandra. Rudy tidak bertanya lebih jauh. Ia hanya mengatakan bahwa Djoko Tjandra mau bertemu dengannya.

Waktu itu Rudy dan istri lagi di Hong Kong. Ia lagi harus mencari banyak jalan agar grup usahanya selamat dari krisis. Terutama Bank Bali. Waktu itu Bank Bali sama sekali tidak kekurangan likuiditas. Bank Bali justru ingin meminjamkan uang ke antarbank. Dalam keadaan ekonomi sulit, tidak mudah menyalurkan kredit ke perusahaan.

Tapi Rudy Ramli juga ragu meminjamkan uang ke bank lain. Maka Rudy pun terus membeli sertifikat Bank Indonesia. Aman. Di Bank Indonesia uangnya akan terjamin. Begitu juga sikap bank lain yang kaya likuiditas. Sampai-sampai Bank Indonesia kewalahan. Uangnya terlalu banyak. Tidak sehat.

Rudy pun terus dihubungi Bank Indonesia: jangan taruh uang lagi di BI. Rudy disarankan agar menyalurkan uangnya ke pasar uang. Seorang pejabat tinggi BI memperlihatkan konsep keputusan BI ke Rudy Ramli. Bahwa uang yang disalurkan ke bank lain juga dijamin oleh BI.

Maka Bank Bali pun kembali melayani pinjaman antarbank. Tapi kecukupan modal beda dengan likuiditas. Meski likuiditas kuat, modal masih harus diperkuat. Rudy Ramli memperkirakan ekonomi akan terus memburuk. Modal harus diperkuat. Penilaian untuk sebuah bank lebih pada kekuatan modalnya. Bukan hanya likuiditasnya.

Itu sudah masa lalu. Belakangan ini setiap kali saya bertemu Rudy Ramli setiap itu pula saya lihat kesehatannya kian prima. "Saya bersyukur diberi kesehatan yang baik," komentarnya. Tapi saya juga melihat Rudy Ramli kini percaya ilmu hitam. "Orang Barat pun mempraktikkan ilmu hitam," katanya. "Lihat itu Harry Potter," tambahnya.

Dan di saat kehilangan Bank Bali itu Rudy merasa lagi terkena ilmu hitam. "Luar biasa cara orang mengambil alih bank saya," ujar Rudy. Tapi saat mencari tambahan modal dulu pikirannya masih sangat sehat. Modal harus kuat. Waktu itu ia perlu uang Rp 1,4 triliun. Agar Bank Bali tetap kuat. Rudy pun mengangkat penasihat keuangan dari Amerika, JP Morgan. Untuk menggalang investor.

Dalam sekejap JP Morgan bisa mendapat 20 calon investor serius. Dari 25 investor yang disurati. Di antaranya adalah Standard Chartered, Citibank, ABN Amro, GE Capital, dan ANG.

Setelah dilakukan seleksi, terpilihlah tiga yang paling serius: Citibank, ABN Amro, dan GE Capital. Tiba-tiba Citibank Bank minta bertemu langsung Rudy Ramli. Tanpa JP Morgan. Pertemuan itu harus di Singapura. Pertemuan di Singapura itu ternyata sangat menarik. "Citibank berminat mengambil alih credit card Bank Bali dengan nilai yang amat tinggi," ujar Rudy Ramli kemarin.

Kalau transaksi credit card itu terjadi Bank Bali tidak perlu tambahan modal lagi. "Citibank mau membeli dengan Rp 1,5 triliun," ujar Rudy Ramli. Padahal kebutuhan perkuatan modal Bank Bali Rp 1,4 triliun.

Dan lagi, kalau transaksi unit kartu kredit seperti itu tidak perlu izin Bank Indonesia. Sedang masuknya bank asing ke dalam modal bank nasional harus atas persetujuan BI dan BPPN. "Saya puji kejelian Citibank melihat bisnis kartu kredit ini. Saat itu kartu kredit Bank Bali terbesar kedua di Indonesia," kenang Rudy Ramli.

Tapi Rudy Ramli sudah telanjur mengangkat JP Morgan untuk menangani pencarian investor. Menurut Rudy, JP Morgan tidak setuju penjualan unit kartu kredit itu ke Citibank. Maka Rudy Ramli harus menerima investor lain yang sangat serius: GE Capital. Kontrak dengan GE itu pun di konsultasikan dengan BI dan BPPN: tidak disetujui. "Alasannya tidak suka saja," ujar Rudy. "Aneh, urusan begini serius kok dasarnya tidak suka," tambahnya.

Rudy pun menyebut dengan jelas siapa pejabat BI yang mengatakan itu. Saya saja yang tidak tega menuliskannya. Investor kedua yang di konsultasikan ke BI dan BPPN adalah bank Belanda, ABN Amro. Tapi juga ditolak oleh BI.

Menurut Rudy, pihaknya didorong untuk memilih Standard Chartered. Maka, pada 22 April 1999 Rudy harus menandatangani kontrak dengan Standard Chartered. Di gedung BI. Di depan wartawan.

Kontrak itu berlaku untuk masa 3 bulan. Berarti segala pembicaraan harus selesai tanggal 22 Juli 1999. Rudy Ramli memang keras dalam negosiasi selama 3 bulan itu. Selama tiga bulan itu ia merasa dalam tekanan yang berat. Pun sampai batas tanggal 22 Juli 1999. Belum ada kesepakatan yang bisa dilanjutkan dengan penandatangan final.

Keesokan harinya Bank Bali dinyatakan BTO -Bank dalam Take Over. "Saya merasa ada pihak yang berusaha agar Bank Bali di BTO. Agar tidak perlu berurusan dengan keluarga Rudy Ramli," ujarnya.

Rudy pun belakangan baru tahu: ada surat permintaan BTO itu dari Standard Chartered. Saat itu Bank Bali masih punya tagihan ke BPPN: Rp 900 miliar. Itulah uang milik Bank Bali yang dulu dipinjamkan ke bank lain atas anjuran BI -agar Bank Bali tidak menempatkan uang lagi di BI.

Untuk menagih yang itu, sulitnya bukan main. Ada saja alasannya. Termasuk karena Bank Bali dianggap terlambat melaporkan peminjaman uangnya ke bank lain. Di situlah Djoko Tjandra turun tangan. Djoko mengaku punya banyak kenalan di dalam pemerintahan. Mulai Jaksa Agung AA Baramuli sampai politikus Setya Novanto.

Mereka memberikan gambaran tagihan itu akan cair dalam 1 minggu. Ternyata tidak. Pun setelah dua minggu. Karena itu Rudy Ramli tidak mau menyerahkan surat tagihan ke Djoko Tjandra. Soalnya Djoko Tjandra juga belum memberikan jaminan surat berharga sebesar nilai tagihan. Kontrak cassie dengan Djoko Tjandra pun berakhir dengan gagal tagih.

Setelah itu banyak sekali pihak yang ingin membantu Bank Bali untuk menagihkannya. Masing-masing dengan motif mendapatkan bagian yang besar.

Suatu saat Djoko Tjandra menghubungi Rudy Ramli lagi. "Uangnya siap cair, agar surat tagihan diserahkan," ujar Rudy menirukan pembicaraan saat itu. Benar saja uang itu masuk Bank Bali. Senilai Rp 900 miliar.

Begitu uang sudah masuk ke rekening Bank Bali, Rudy Ramli kabur ke luar negeri. Tidak ada yang bisa mengontaknya. Tapi situasi membuat Rudy Ramli menyerah. Djoko Tjandra minta bagian Rp 500 miliar. Rudy Ramli tidak berkutik. Ia ingin selamat.

Fee Rp 500 miliar itu pun bocor ke media. Ribut. Nama Setya Novanto menjadi terkenal untuk kali pertama. Sebagai orang yang berhubungan erat dengan Djoko Tjandra. Uang itu lantas dikembalikan ke Bank Bali. Dalam bentuk rekening eskro. Yang tidak bisa dicairkan siapa saja -menunggu status hukum uang tersebut.

Djoko Tjandra/Setya Novanto tetap merasa uang itu hak mereka -sebagai tukang tagih. Maka Setya Novanto pun maju ke pengadilan. Ia menggugat bahwa uang Rp 500 miliar itu miliknya. Pengadilan mengabulkan gugatan Setya Novanto. Pun sampai tingkat banding dan kasasi. Sejak itulah orang mengenal Setya Novanto sebagai orang kuat.

Rudy Ramli kehilangan segala-galanya: Bank, uang tagihan, dan juga istri. Ia lebih banyak terlihat sebagai orang yang tertekan. Ia pun menjadi percaya ilmu hitam. Termasuk dalam proses kehilangan semuanya itu.

Tapi kini Rudy Ramli sudah punya pendamping lagi. Setelah hampir 20 tahun hidup sendiri. "Saya sudah bersama dia meski sepakat tidak akan kawin," ujarnya. "Kapan-kapan saya kenalkan ke Pak Dahlan," katanya suatu saat.

Rudy pun menonton TV saat Djoko Tjandra ditangkap. Juga saat ia tiba di Jakarta dalam keadaan diborgol. Pun saat diturunkan dari pesawat yang sampai sulit berjalan -saking banyaknya manusia yang menyambutnya.

Rudy Ramli juga melihat alis Djoko Tjandra kini tebal. "Mungkin saja disulam. Saya tidak tahu," katanya. "Ponakan saya sendiri menyarankan agar saya menyulam alis. Tapi tidak saya lakukan," katanya. Rudy pun bersyukur masih sehat dan bisa hidup bebas. Bagi orang kaya pun alis itu ternyata penting.***

Sumber : Babe
 




comments powered by Disqus


Berita Lainnya :
 
  • Denpom III/3 Cirebon bersama Forkopimda Kota Cirebon Laksanakan Tarhim
  • Indahnya Berbagi di Bulan yang Suci, Denpom III/3 Cirebon dan IMBI Bagikan Takjil
  • Pangdam IV/Diponegoro Hadiri Ceramah Kebangsaan Pada HUT Yonif 400/Banteng Raider
  • BI Optimis Wakaf Produktif Dorong Pemberdayaan Ekonomi Syariah
  • HUT Yayasan Kemala Bhayangkari, TNI Polri Buka Puasa Bersama Jalin Silahturahmi
  • Daftar Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 2024–2029
  • Polda Riau Gagalkan Peredaran 31 Kg Sabu dan Ribuan Ekstasi
  • Pj Gubernur Riau Hadiri Rapat Paripurna Penyampaian Jawaban LKPJ Kepala Daerah 2023
  • Asisten II Setdprov Riau Instruksikan OPD Saling Sinkronisasi Progja Dalam Penyusunan Renja 2025
  •  
     
     
    Rabu, 02 Maret 2022 - 09:51:06 WIB
    PS Gupala Dapat Tiket Ke Perempat Final Bupati Cup Usai Kalahkan BPC A Pasar Tarandam
    Kamis, 03 Desember 2020 - 17:12:53 WIB
    Terkait Adanya Dua Pengurus DPW MOI yang Mundur, Sekjen MOI Bilang Begini
    Sabtu, 05 November 2022 - 14:59:46 WIB
    BumDes di Kampar Sukses Bangun Alun-Alun, Ini Kata Gubernur Riau
    Rabu, 19 Agustus 2020 - 08:48:58 WIB
    Tim Sosialisasi Binpers TNI AU Kunjungi Lanud Sugiri Sukani
    Jumat, 29 Juli 2022 - 19:21:40 WIB
    Malam Final Perhelatan MTQ, Bupati Rohil Saksikan Final Tilawah dan Kunjungi Stand Bazar UMKM
    Selasa, 26 Januari 2021 - 21:31:45 WIB
    235 Sekolah di Bengkalis Belajar Tatap Muka Terbatas
    Jumat, 19 Maret 2021 - 09:41:02 WIB
    Rohul Berencana akan Berinvestasi di Dumai
    Kamis, 01 Oktober 2020 - 23:30:16 WIB
    Duh, Rumah Meli Nuryani Juara LIDA 2020 Tak Punya Kamar Mandi
    Sabtu, 01 Juli 2023 - 04:56:43 WIB
    Peringati Hari Bhayangkara ke 77, Polda Riau Gelar Do'a Bersama Lintas Agama
    Senin, 12 Februari 2024 - 22:59:25 WIB
    Bawaslu Riau Menggelar Media Gathering, Sinergi Pengawasan Pemilu
    Kamis, 26 Desember 2019 - 12:10:54 WIB
    Kabid Humas Polda Banten, Edy : Selamat Natal dan Tahun Baru 2020 kepada Insan Pers yang Merayakanny
    Rabu, 20 April 2022 - 20:40:42 WIB
    Kadiv PAS Kemenkumham Jabar Pimpin Tabur Bunga Di TMP Cikutra
    Rabu, 09 November 2022 - 12:11:34 WIB
    Usai Bagi Sembako Dan Borong Dagangan Kaki Lima, Kapolres Meranti Tampung Curhatan Warganya
    Rabu, 25 Desember 2019 - 18:18:13 WIB
    DPC LAN BOJONEGORO Hadiri Apel Relawan PMI dan Deklarasi Anti Narkoba
    Selasa, 19 Maret 2024 - 22:15:09 WIB
    Status lahan Terminal Tipe B Tasikmalaya, DPRD Jabar Mendorong Dishub Segera Di Selesaikan
     
    Riau | Nasional | Ekonomi | Hukrim | Politik | Olahraga | Kesehatan | Budaya | Pendidikan | Internasional | Lifestyle
    Advertorial | Indeks Berita
    About Us | Redaksi | Pedoman Media Siber | Info Iklan | Disclaimer
    Copyright © 2020 PT. Tiras Kita Pers, All Rights Reserved