Jakarta | Tiraskita.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi menetapkan Mohammad Idris-Imam Budihartono (IBH) dan Pradi Supriatna-Afifah Alia sebagai dua pasangan calon yang akan berlaga di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Depok.
Pilkada Depok kali ini diwarnai pecah kongsi antara sesama petahana. Sebab, Idris saat ini merupakan Wali Kota Depok, sedangkan Pradi menjabat sebagai Wakil Wali Kota Depok.
Idris-Imam resmi maju sebagai bakal pasangan calon usai mendapat dukungan dari tiga partai politik di DPRD, yakni PKS, Demokrat, dan PPP dengan total 17 kursi.
Idris sendiri merupakan kader PKS sejak ia kali pertama maju bersama Pradi di Pilkada 2015 sebelumnya dan terpilih.
Ia sempat menjadi dosen di Universitas Islam Negeri (UIN), Syarif Hidayatullah Jakarta selama 12 tahun sampai 2010. Kemudian menjadi Wakil Wali Kota Depok mendampingi Nur Mahmudi Ismail di periode keduanya yang menjabat sejak 2006.
Imam Budihartono, pendamping Idris, adalah kader PKS tulen. Sejak 1999, Imam telah tercatat sebagai kader PKS saat menjabat sebagai Ketua Fraksi PKS di DPRD Kota Depok.
Mulai 2004, karir Imam sebagai anggota parlemen kemudian naik ke tingkat Provinsi. Terakhir, pada 2019, Imam adalah Ketua Komisi IV Bidang Pembangunan di DPRD Jawa Barat.
Pradi-Afifah
Pradi-Afifah total diusung oleh enam partai di DPRD Kota Depok dengan total 32 kursi. Keenam partai yakni, Gerindra, PDI-P, Golkar, PSI, PKB, dan PAN.
Pradi adalah kader Gerindra sejak diusung menjadi pendamping Idris pada 2015 sebagi Wakil Wali Kota Depok. Saat ini, Pradi tercatat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Gerindra Kota Depok.
Sedangkan wakilnya, Afifah adalah kader PDI-P tulen. Ia sempat maju di Pemilihan Legislatif DPR RI pada 2019 mewakili PDI-P dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat IX, yakni Kabupaten Sumedang, Majalengka, dan Subang. Namun, gagal mendapat kursi DPR.
Profil Depok
Kota ini berdiri sebagai kota administratif pada 1981. Kemudian pada 1999, Depok ditetapkan sebagai kota madya. Jumlah penduduk mencapai 2.406.826 jiwa pada 2019.
Islam menjadi agama mayoritas penduduk Kota Depok. Tercatat ada 1.727.613 orang beragama Islam.
Di sisi ekonomi, Depok memiliki pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 1,059 triliun di 2018. Jumlah PAD Depok naik di 2019 hingga Rp1,54 triliun. Sementara di 2020, PAD Depok diprediksi turun 25 persen dari target Rp1,027 triliun karena pandemi Covid-19.
BPS Kota Depok juga mencatat penduduk kota ini paling banyak bekerja di sektor perdagangan, rumah makan, hotel, dan restoran 31,92 persen. Disusul sektor jasa kemasyarakatan, sosial, dan layanan personal sebanyak 17,53 persen serta industri pengolahan 13,43 persen.
Peta Politik
Setelah menjadi kota madya, Kota Depok dipimpin oleh wali kota Badrul Kamal. Kader Partai Golkar itu menjabat pada 2000 hingga 2005.
Namun dominasi Golkar tak bertahan lama. PKS dengan jagoannya, Nur Mahmudi, berhasil menggeser Badrul dari kursi kekuasaan. Bahkan Nur Mahmudi menjabat selama dua periode.
Cengkeraman PKS di Kota Depok berlanjut di Pilkada Serentak 2015. Kala itu PKS menggandeng Gerindra untuk mengusung Idris-Pradi. Hasilnya, dominasi PKS di Depok kian berlanjut.
Di parlemen Kota Depok, PKS juga mendominasi. Pada Pemilu 2019, PKS jadi partai dengan perolehan kursi terbanyak. Mereka meraih 11 dari 50 kursi DPRD Kota Depok.
Di Pilpres 2019, Prabowo-Sandi yang diusung PKS, Gerindra, PAN, dan Demokrat meraup 618.527 suara atau 57 persen suara sah. Sementara Jokowi-Ma'ruf hanya 464.472 atau 43 persen suara sah.
Meski begitu, ada pergeseran peta politik di Kota Depok jelang Pilkada Serentak 2020. PKS tak lagi mesra berkoalisi dengan Partai Gerindra.
Kini PKS menggandeng PPP dan Demokrat untuk mengusung Idris-Imam Budi Hartono. Idris-Imam cuma punya modal 17 kursi di parlemen Depok.
Sementara Partai Gerindra kini berhasil membentuk koalisi gemuk untuk mengusung Pradi-Afifah. Bersama PDIP, Golkar, PAN, PKB, dan PSI, Gerindra mengumpulkan 33 kursi untuk modal pasangan itu.
Sumber : Cnnindonesia.com
Komentar Anda :