Ribuan Penerjemah Beserta Keluarga Dievakuasi dari Afghanistan ke AS
Jumat, 30 Juli 2021 - 12:02:40 WIB
|
Warga Afghanistan angkat senjata untuk lawan Taliban. ©REUTERS/Stringer |
Kelompok pertama dari 2.500 penerjemah dan keluarga mereka yang dievakuasi dari Afghanistan diperkirakan tiba di Amerika Serikat (AS) pada Kamis.
Mereka akan tinggal di Pangkalan Angkatan Darat Fort Lee dekat Washington DC untuk merampungkan proses Special Immigrant Visa (SIV) mereka. Program SIV ini ditawarkan kepada mereka yang bekerja dengan pemerintah AS atau pasukan militer yang dipimpin AS selama Perang Afghanistan, yang dimulai pada 2001.
Ancaman terhadap warga Afghanistan yang membantu AS meningkat di tengah penyerbuan Taliban.
Dikutip dari BBC, Jumat (30/7), Angkatan Darat akan menampung 2.500 orang Afghanistan di Fort Lee sembari mereka merampungkan proses pemeriksaan, pemantauan kesehatan, dan persyaratan untuk visa lainnya.
Sejak 2008, sekitar 70.000 warga Afghanistan yang menerima SIV menetap di AS, menurut pejabat AS.
Pekan lalu, seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri mengatakan jumlah pendaftar SIV lebih dari 20.000. Sekitar setengah belum menyelesaikan proses langkah pertama pengajuan visa.
Mantan komandan battalion Angkatan Darat AS, Mike Jason, yang ditugaskan ke Afghanistan, mengatakan kepada BBC, bepergian melintasi wilayah yang dikuasai Taliban dengan dokumentasi yang diperlukan untuk SIV membuat para penerjemah berada dalam bahaya.
“Itu pada dasarnya adalah pengakuan bahwa Anda adalah seorang penerjemah yang bekerja untuk orang Amerika,” ujarnya.
"Kami meminta mereka untuk bepergian dengan bukti."
LSM No One Left Behind memperkirakan sedikitnya 300 orang Afghanistan yang bekerja untuk AS dan keluarga mereka dibunuh.
Taliban digulingkan dari kekuasaan oleh invasi yang dipimpin AS pada 2001.
Pertempuran antara pemberontak Taliban dan pasukan pemerintah Afghanistan telah meningkat dalam dua bulan terakhir saat pasukan internasional mulai ditarik dari negara tersebut.
Baru-baru ini Taliban mengklaim para pejuangnya telah merebut 85 persen wilayah di negara tersebut, tapi angka ini dibantah pemerintah dan sulit untuk diverifikasi secara independen.
sumber:merdeka.com
Komentar Anda :